AKHLAK DALAM BERKELUARGA ( MAKALAH TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Islam
mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena dengan perantara
orang tualah kita dapat merasakan hidup yang sekarang ini. Selain itu mengingat
betapa mulianya, betapa kerasnya dan betapa banyaknya jasanya untuk memelihara
dan mendidik kita dengan semua kasih sayang yang mereka miliki, bahkan marah
merekapun merupakan suatu bentuk sayang yang tepat terhadap kita. sehingga
dapat tumbuh besarlah kita seperti sekarang ini. Semua karena kasih sayang yang meraka limpahkan untuk kita.
Mereka
melakukan semuanya tanpa mengharap balasan dari kita, mereka melakukannya
semata-mata untuk membuat kita menjadi yang terbaik. Perhatian mereka terhadap
kita tidak akan pernah luntur, meskipun nanti kita sudah bisa hidup mandiri.
Bahkan dalam hadits ditegaskan bahwa keridhoan Allah tergantung pada keridhoan
orang tuanya.
B.
Rumusan Masalah.
Dalam makalah ini adapun masalah yang
akan dibahas, yaitu sebagai berikut :
1. Apa Birrul
Walidain itu ?
2. Apa saja
kedudukan dari Birrul Walidain ?
3. Apa saja
bentuk-bentuk Birrul Walidain ?
4. Apa itu Uququl
Walidain ?
C. Tujuan.
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama di Universitas Amikom Yogyakarta.
2.
Mengetahui lebih jauh tentang Akhlak
Dalam Keluarga, yang meliputi :
3.
Untuk mengetahui arti dari Birrul
Walidain.
4.
Untuk mengetahui apa saja kedudukan
Birrul Walidain itu sendiri.
5.
Untuk mengetahui dan memahami
bentuk-bentuk dari Birrul Walidain.
6.
Mengenal lebih jauh tentang Uququl
Walidain.
BAB II
PEMBAHASAN
AKHLAQ DALAM KELUARGA
A. BIRRUL WALIDAIN.
Istilah birrul
walidain berasal langsung dari Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah riwayat di
sebutkan bahwa ‘Abdullah ibn Mas’ud (seorang sahabat Nabi yang terkenal) bertanya
kepada Rasulullah saw tentang amalan yang paling disukai oleh Allah SWT, beliau
menyebutkan : Pertama, sholat tepat pada waktunya, Kedua, birrul walidain
dan, Ketiga,
jihad fi sabillilah. Teks lengkapnya sebagai berikut :
“Diriwayatkan dari Abu’ Abdirrahman
‘Abdullah ibn Mas’ud ra,dia berkata : Aku bertanya kepada Nabi saw: Apa amalan
yang paling disukai oleh Allah SWT ? Beliau menjawab “Shalat tepat pada
waktunya”. Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau menjawab “Birrul
Walidain”. Kemudian aku bertanya lagi : Seterusnya apa ? Beliau menjawab “Jihad
fi sabillilah”. (H.Mutaffaqun ‘alaih).
Birrul walidain terdiri
dari kata birru dan al-walidain. Birru
atau al birru artinya kebajikan (
ingat penjelasan tentang al-birru
dalam surat Al-Baqarah ayat 177 ). Al
Walidain artinya 2 orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul walidan adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua.
Semakna dengan birrul walidain, Alquran Al-Karim menggunakan istilah ihsan ( wabil walidaini ihsana ) ,seperti yang terdapat antara lain dalam
surat Al-Isra’ ayat 23 :
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu Jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
Bapakmu dengan sebaik-baiknya...”
(QS. Al-Isra’ 7:23)
B. KEDUDUKAN BIRRUL WALIDAIN.
Birrul walidan
menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Ada beberapa alasan yang
membuktikan hal tersebut antara lain :
1. Perintah
ihsan kepada ibu bapak diletakkan oleh Allah SWT di dalam Al-quran langsung
sesuai perintah beribadah hanya kepadaNya semata-mata atau sesudah larangan
mempersekutukannya. Allah berfirman :
“Dan ingatlah ketika kami mengambil
janji dari Bani Israel yaitu : “janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak...” (QS. Al-Baqarah 2:83)
“Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukannya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu bapak...” (QS.
An Nisa’ 4:36)
“Katakanlah : “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak....”(QS. Al-An’am 6:151)
2. Allah SWT mewasiatkan kepada umatnya
manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak. Allah berfirman.
“Dan kami wasiatkan ( wajibkan ) kepada umat manusia supaya
berbuat kebaikan kepada dua orang ibu bapak....”(QS.
Al-Ankabut 29:8)
“Kami wasiatkan (wajibkan) kepada umat manusia supaya
berbuat kebaikan kepada kedua orang ibu bapak...”(QS.Al-Ahqaf 46:15)
3. Allah SWT meletakkan perintah berterima
kasih kepada ibu bapak langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah
swt berfirman.
“Dan
kami perintahkan kepada manusia (supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapak; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin lemah,
dan menuysukannya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada kulah kau kembalimu.”(QS.Luqman 31:14)
4. Rasullulah saw meletakan birrul wallidain sebagai amalan nomor
dua terbaik sesudah shalat tepat pada waktunya.
“Diriwayatkan dari Abu Abdirrahman Abdullah Ibn Mas’ud ra,
dia berkata: “ Aku bertanya kepada Nabi saw: Apa amalan yang paling disukai
oleh Allah SWT ?, Beliau menjawab: “ Shalat tepat waktunya” Aku bertanya lagi:
Kemudian apa? Beliau menjawab: “Birrul Wallidain” Kemudian aku bertanya lagi: Seterusnya
apa? Beliau menjawab: “jihad fi sabillilah.” (H.Muttafaqun’ alaih).
5. Rasullulah saw meletakkan ‘uququl
walidain’ (durhaka kepada dua orang tua ibu bapak) sebagai dosa besar nomor dua
setelah syirik.
“Diriwayatkan oleh Abu Bakrah Nufa’i ibn al-Harris ra, dia berkata:
“Rasulluah bersabda: “Tidakah akan aku beritahukan kepada kalian dosa – dosa
yang paling besar? Beliau mengulangi lagi pertanyaan tersebut tiga kali.
Kemudian para sahabat mengiyakan lalu rasullulah saw menyebutkan: “Yaitu
mempersekutukan Allah durhaka kepada kedua ibu bapak “Kemudian beliau merubah
posisi duduknya yang biasa dan berkata lagi: “Begitu juga perkataan dan sumpah
palsu beliau mengulangi lagi hal yang demikian hingga kami mengharapkan mudah –
mudahan beliau tidak menambahkannya lagi” (H.Muttafaqun’ alaih).
6. Rasullulah saw mengaitkan keridhaan dan
kemarahan Allah SWT dengan keridaan dan kemarahan orang tua. Beliau bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan
kemarahan Rabb (Allah) ada pada kemarahan orang tua” (HR.
Tirmidzi).
Demikianlah
Allah dan Rasul-nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa
sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang sangat istimewa dan
mulia, dan sebaliknya durhaka kepada orang tua juga menempati posisi yang
sangat hina. Hal ini demikian menurut hemat kita, mengingat jasa ibu bapak yang
sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manuasia. Allah
SWT menciptakan manusia buat pertama kalinya nabi adam dari tanah, dan
menciptakan pasanganya hawa dari tulang rusuk adam, kemudian dari pertemuan,
begitulah seterusnya Allah SWT menetapkannya sunnahnya tentang reproduksi dan
regenerasi secara sah dan diridhai nya tentang reproduksi dan regenerasi secara
sah dan diridhai nya melalui hubungan suami isteri antara seorang ibu dan
bapak.
Secara
khusus Allah juga mengingatkan berapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu
dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya, perhatikanlah kembali
ungkapan Al-Quran tentang hal tersebut dalam surat Luqman ayat 14 sebagaimana
yang sudah kita kutip di atas.
Kemudian
bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui, tapi dia berperan besar
dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya
hingga mampu berdiri sendiri. Bahkan sampai waktu yang tidak terbatas.
Berdasarkan
semuanya itu,tentu sangat wajar, normal dan logis saja kalua si anak di tuntut
untuk berbuat kebaikan sebaik-baiknya kepada kedua orang tuanya, dan dilarang keras untuk
mendurhakai keduanya.
C. BENTUK BENTUK
BIRRUL WALIDAIN.
Banyak
cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul wallidain tersebut ,antara
lain sebagai berikut:
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua
dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan,pekerjaan,jodoh maupun
masalah
lainnya. Tentu dengan satu catatan penting: selama keinginan dan saran saran
itu sesuai dengan ajaran islam apalbila bertentangan atau tidak sejalan dengan
ajaran islam, anak tidak lah punya kewajiban untuk mematuhinya bahkan harus
menolaknya dengan cara yang baik, seraya berusaha meluruskannya hal demikian sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an:
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuan tentang itu maka jangan lah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik..”(QS. Luqman 31:15).
Juga sesuai dengan penegasan dari
Rasulullah saw bahwa:
“Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah ketaatan hanyalah semata dalam hal
yang ma’ruf.”
(HR. Muslim).
Dalam
hal ini bias muncul problem, bagaimana kalau terjadi perbedaan pendapat dan
keinginan antara orang tua dan anak dalam hal hal yang mubah atau dalam hal hal
yang bersifat ijtihadiyah. Misalnya dalam menentukan perguruan tinggi mana yang
akan dimasuki menentukan tempat bekerja atau seperti yang banyak terjadi yaitu
perbedaan dalam menentukan jodoh.
Dalam
kasus menentukan jodoh misalnya sering sering solusi yang diambil oleh si anak
adalah menikah tanpa memberi tahu orangtua kalau hal itu dilakukan oleh seorang
muslimah di samping dia melakukan pelanggaran akhlaq juga pelanggaran hukum
(fiqih) karena seorang wanita harus dinikahkan oleh walinya atau petugas yang
mendapatkan perwakilan dari walinya sedangkan kalau dilakukan oleh seorang
pemuda muslim dari segi hukum (fiqih) tidak ada yang dilanggarnya (nikah sah) tapi
bagaimana dari segi akhlaq? Bukankah dalam hal yang mubah seorang anak dituntut
untuk patuh kepada kedua orang tuanya? Alasan yang sering dikemukakan untuk
membenarkan tindakannya itu umumnya adalah tidak mau mungkir janji tidak mau
mengecewakan calon isteri (karena sudah terlanjur berjanji) atau alasan alasan
lainnya. Problem seperti itu muncul karena salah langkah sejak awal kenapa
untuk memutuskan hal yang begitu penting dalam kehidupan ( memilih jodoh) tidak
mengajak kedua orang tua bermusyawarah. Baru kalau sudah terbentur mengaku
tidak mau mengecewakan calon isterinya. Apakah dia lebih mengutamakan
mengecewakan kedua orangtua yang begitu besar jasanya, dibanding mengecewakan
seorang wanita yang baru saja dia kenal dalam waktu yang relatif singkat ?
Dalam
kasus kasus seperti di atas itulah akhlaq seorang anak terhadapa orang tuanya
diuji. Maukah dia menomorduakan keinginannya demi untuk melaksanakan birrul
udlidain ?
Namun
demikian perlu juga dicatat bahwa orangtua yang bijaksana tidak akan begitu
saja memaksakan keinginannya kepada anaknya disamping memang tidak ada orang
tua yang tidak menginginkan yang terbaik untuk anaknya di sinilah diperlukan
dialog dan keterbukaan. Hendaknya anak berusaha dengan maksimal dan argumentatif
menjelaskan pilihannya tersebut, di samping mencoba secara tidak apriori
memahami argumentasi pilihan orang tua. Tentu saja kedua orang tua harus
membuka diri dan berusaha juga untuk memahami pilihan anak.
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang
tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa – jasa keduanya
yang tidak mungkin bisa di nilai dengan apapun.ibu yang mengandung dengan susah
payah dan penuh penderitaan. Ibu yang melahirkan, menyusui, mengasuh, merawat,
dan membesarkan. Bapak yang membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak
– anaknya. Bapak yang menjadi pelindung uuntuk mendapatkan rasa aman. Allah SWT
berwasiat kepada kita untuk berterima kasih kepada ibu bapak sesudah bersyukur
kepada-Nya :
“Dan Kami wasiatkan (wajibkan) kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah – tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqmam 31:14).
Banyak
cara untuk menunjukan rasa hormat kepada orang tua, antara lain memanggilnya
dengan panggilan yang menunjukan hormat, berbicara kepadanya dengan
lemah-lembut, tidak mengucapkan kata-kata kasar (apalagi kalau mereka berdua
sudah lanjut usia), pamit kalau meninggalkan rumah (kalau tinggal serumah),
memberi kabar tentang keadaankita dan menanyakan keadaanya lewat surat atau
telepon (bila tidak tinggal serumah). Allah berfirman :
“...Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-sekali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membbentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (QS. Al-Isra 17:23).
3.
Membantu ibu bapak secara fisik dan materiil. Misalnya
sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua
(terutama Ibu) mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau
berdiri sendiri membantu orang tua secara finansial, baik untuk membeli
pakaian, makanan, minuman, apalagi untuk berobat. Rasulullah SAW menjelaskan
bahwa berapapun banyaknya engkau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu
tidak sebanding dengan jasanya kepadamu :
“Tidak dapat seorang anak membalas budi
kebaikan ayahnya, kecuali jika mendapatkan ayahnya ditawan menjadi hamba sahay,
kemudian ditebus dan dimerdekakannya.” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa
orang tua (lebih-lebih lagi ibu) harus mendapatkan prioritas utama untuk
dibantu dibandingkan orang lain. Hal itu diungkapkan beliau tatkala menjawab
pertanyaan seorang sahabat :
“Siapakah yang paling berhak aku bantu
dengan sebaik-baiknya? Jawab Nabi : “Ibumu”. Kemudian siapa? Jawab Nabi :
“Ibumu”. Kemudian siapa? Jawab Nabi : “Ibumu”.Lalu siapa lagi? Jawab Nabi :
“Bapakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Mendo’akan ibu bapak semoga diberi oleh
Allah SWT keampunan, rahmat, dan lain-lain sebagainya. Allah SWT menukilkan
dalam Al-Qur’an do’a Nabi Nuh memintakan keampunan untuk orang tuanya, dan
perintah kepada setiap anak untuk memohonkan rahmat Allah bagi orang tuanya.
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu
bapakku...”
(QS. Nuh 71:28).
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS.
Al-Isra 17:24).
5.
Setelah orang tua meninggal dunia,
birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain :
a.
Menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
b.
Melunasi hutang-hutangnya.
c.
Melaksanakan wasiatnya.
d.
Meneruskan silaturrahim yang dibinanya di waktu hidup.
e.
Memuliakan sahabat-sahabatnya.
f.
Mendo’akannya.
Seorang laki-laki dari Bani Salimah datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW :
“Ya Rasulullah, adakah sesuatu kebaikan
yang masih dapat saya kerjakan untuk ibu bapak saya sesudah keduanya meninggal
dunia? Rasulullah menjawab : “Ada, yaitu : Menshalatkan jenazahnya, memintakan
ampun baginya, menunaikan janjinya, meneruskan silaturrahimnya dan memuliakan
sahabatnya.”
(HR. Abu Daud).
Demikianlah beberapa bentuk birrul walidain yang bisa kita
lakukan terhadap kedua orang tua baik yang masih hidup, maupun yang sudah
meninggal dunia.
D. UQUQUL WALIDAIN.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas
bahwa Allah SWT menempatkan perintah untuk birrul
walidain langsung sesudah perintah untuk beribadah kepadaNya, maka
sebaliknya Allah SWT pun menempatkan ‘uququl walidain sebagai dosa besar yang
menempati ranking kedua sesudah
syirik.
‘Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orangtua.
Istilah inipun berasal langsung dari Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan
dalam salah satu haditz:
“Dosa-dosa besar adalah:
Mempersekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh orang dan sumpah
palsu.” (HR. Bukhari).
Durhaka kepada kedua orang tua adalah
dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah SWT, sehingga azabnya disegerakan
Allah di dunia ini. Hal ini dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
“Semua
dosa-dosa diundurkan oleh Allah ( azabnya ) sampai waktu yang dikehendaki-Nya
kecuali durkaha kepada kedua orang tua, maka sesungguhnya Allah menyegerakan (
azabnya ) untuk pelaku-nya di waktu hidup di dunia ini sebelum dia
meninggal."
(HR.Hakim)
Dalam
hadist lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa Allah SWT tidak akan meridhai
seseorang sebelum dia mendapatkan keridhaan dari kedua orang tuanya :
“Keridhaan
Rabb ( Allah ) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb ( Allah ) ada
pada kemarahan orang tua” ( HR.Tirmidzi ).
Kita tentu dapat memahami
kenapa Rasulullah saw mengaitkan keridhaan Allah dengan keridhaan orang tua dan
memasukkannya ke dalam kelompok dosa-dosa besar, bahkan azabnya disegerakan di
dunia; hal itu mengingatkan betawa istimewanya kedudukan orang tua terhadap
anaknya. Jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun. Misalkan ada seorang ibu
melahirkan anak, dia pergi meninggalkan dan tidak peduli dengannya. Begitu juga
kalau ada seorang bapak yang tidak bertanggung jawab sama sekali terhadap
anak-anaknya, bahkan tidak pernah melihatnya setelah anak itu lahir.
Sekalipun seorang anak tetap saja tidak
boleh memungkiri bahwa mereka adalah ibu bapaknya, dan untuk itu dituntun untuk
berbuat baik kepada mereka. Apalagi kalau ibu bapaknya melaksanakan kewajibannya
sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya. Wajar kalau Allah mangaitkan keridhaan
dan kemarahan-Nya dengan keridhaan dan kemarahan orang tua.
Kita perlu membaca dan merenungkan kembali
kisah anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya, betapa pun ringannya bentuk
pendurhakaannya itu, dan betapa pun rajinnya dia beribadah seperti kisah Juraij
dan Alqamah. Juraij yang menjadi korban fitnah orang-orang yang iri hati
kepadanya karena dia tidak mengindahkan panggilan ibunya dan alqamah yang tidak
bisa menirukan talqin kalimat suci la ilaha illallah menjelang ajalnya karena
dosanya mengutamakan isterinya daripada ibu kandunya sendiri. Dan banyak lagi
kisah-kisah nyata, maupun hanya sekedar legenda seperti hikayat Si Malin
Kundang Anak Durhaka, atau Sampuraga dan lain-lainnya.
Adapun bentuk
pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai
dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan ah , berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan
bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati
orang tua. Di dalam surat Al-isra’ ayat 23 diungkapkan oleh Allah dua contoh
pendurhakaan kepada orang tua. Yaitu mengucapkan kata uffin ( semacam keluhan
dan ungkapan kekesalan yang tidak mengandung arti bahasa apapun ) dan
menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut ):
“...Jika salah seoang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam peliharanmu ,maka sekali kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
( QS. Al-Isra’ 17:23 ).
Demikianlah,sebagai penutup bahasan tentang birrul waalidain ini marilah kita
berdo’a kepada Allah SWT:
“Ya
allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa ibu bapakku, dan kasihilah keduanya
sebagaimana mereka mengasihiku di waktu aku masih kecil”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Birrul walidain adalah kebaikan-kebaikan yang
dilakukan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya. Lawan dari Birrul
Walidain adalah Uququl Walidain yaitu durhaka kepada kedua orang tua, berbuat
kejelekan dan menyianyiakan hak.
Berbuat baik kepada orang tua
merupakan kewajiban seorang anak. Sehingga kita berkewajiban melaksanakan apa
yang telah diperintahkan dalam Al Quran dan As Sunnah.
Ketika orang
tua telah meninggal dunia, maka tidak ada yang diharapkan dari yang hidup
kecuali apa-apa yang bisa memberikan manfaat kepada akhiratnya, berupa pahala
dan yang dapat menyelamatkannya dari siksa.
B. Saran
Diharapkan kepada kita semua agar menghormati dan
menyayangi Orang Tua kita kapanpun dan dimanapun kita berada, berbaktilah
kepada kedua orang tua dan janganlah kita durhaka kepada keduanya.


DAFTAR
PUSTAKA
Ilyas,
Yunahar, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).
Post a Comment