TAWAKAL DAN BERSYUKUR DUA HAL YANG SERING KITA LUPAKAN PADAHAL SANGAT PENTING
A. Tawakal
PENGERTIAN TAWAKAL
Tawakal adalah membebaskan
hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah SWT dan menyerahkan diri
terhadap segala keputusan dan kehendak-Nya. Seorang muslim hanya boleh
bertawakal kepada Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang artinya :
“
Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya lah
dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah
kepada-Nya. Dan sekali-sekali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Hud 11:123)
Tawakal adalah salah
satu buah keimanan. Setiap muslim harus beriman bahwa seluruh urusan kehidupan,
kenikmatan maupun mudharat ada di tangan Allah SWT, dan akan menyerahkan segala
sesuatunya kepada-Nya dan akan ridha dengan segala kehendak-Nya. Dengan
Tawakal, hatinya akan tenang dan tentram, dia tidak akan takut menghadapi masa
depan, tidak akan kaget dengan segala kejutan yang akan terjadi, karena ia
yakin akan keadilan dan rahmat Allah SWT. Maka dari itu Islam menetapkan bahwa
iman harus diikuti dengann sikap tawakal. Seperti dalam firman Allah SWT yang
artinya :
“…
Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang
yang beriman.” (QS. Al-Maidah
5:23)
“(Dialah)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Dan hendaklah
orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.” (QS. At-Taghabun 64:13)
Tawakal memang berarti
menyerahkan diri kepada Allah SWT, namun bukan berarti hanya menunggu dan
menerima nasib dan pasrah kepada-Nya dan tidak melakukan apa-apa. Sikap yang
seperti inilah yang merupakan sekalahpahaman arti dari tawakal itu sendiri.
Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha dengan maksimal yang disebut
ikhtiar.
Syaih Muhammad Ahmad A’rif dalam suatu khutbah dimasjid
Al-Azhar Cairu menceritan bagaimana kesalahpahaman terjadi pada masa imam Ahmad
Ibn Hanbal. Ada seseorang yang malas bekerja dan masa bodoh. Ketika beliau
bertanya mengenai sikapnya ia menjawab, “saya telah membaca hadits raullulah
yang mengatakan :
“ Jika saja
kamu sekalian bertawakal kepada Allah dengan sepenuh hati niscaya Allah akan
memberikan rezeki untukmu sekalian, sebagaimana Ia memberinya kepada burung;
burung itu pergi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Maka sebab itu saya tawakal kepada dzat yang memberi
rezeki kepada burung itu.”
Imam Ahmad mengatakan, “ kamu belum mengerti hadist
tersebut bahwa pulang perginya burung itu justru dalam rangka mencari rezeki.
Jika burung itu duduk di sarangnya, tentulah rezekinya tidak akan datang.“
Rasulullah dan kaum muslim pada generasinya telah memberi contoh tentang
mengerti tawakal. Islam mengharuskan umat muslim mengikuti sunnah rasulullah
tentang hukum sebab dan akibat. Jadi apapun hal yang kita kerjakan maka akan
ada hasil(akibat) dari apa yang kita lakukan. Sebagaimana di masa perang, kaum
muslimin tidak boleh menanggalakan senjata. Allah berfirman yang artinya :
“Dan
apabila kamu berada ditengah-tengah mereka(sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan sholat bersama-sama meraka. Maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri(sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
sholat besertamu) sujud(telah menyempurnakan serokaat), maka hendaklah mereka
hendak dari belakangmu(untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang segolongan
yang ke-dua yang belum sholat lalu sholat denganmu, dan hendaklah mereka
bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu
lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus...” (QS An-Nisa
4:102).
Maka dari itu, Allah SWT memerintahkan umat muslim untuk
selalu waspada dan tidak lalai. Rosulullah mengajarkan kita untuk harus
bertindak preventif untuk menghindari bahaya dan penyakit. Dengan melakukan
tindakan preventif ini maka kondisi yang buruk dapat diminimalisir dan dalam
kurun beberapa waktu, kondisi itu akan memudar. Meskipun kita diharuskan untuk
berikhtiar sebelum bertawakal, mempelajari hukum sebab akibat, namun kita tidak
diperbolehkan bertawakal kepada ikhtiar. Hukum sebabakibat memang sunnatullah.
Namun bukan hanya sebab yang menimbulkan akibat kadang kala sebaiknya ada sebab
yang tidak menimbulkan akibat. Seperti halnya dua pasien rumah sakit sama,
penyakit sama, dokternya sama obatnya pun sama namun yang satu meninggal dan
yang satu hidup. Begitu pun bukan hanya sebab yang menimbulkan akibat, tetapi sebab tidak boleh dilupakan usaha
tanpa pertolongan Allah hanya sia-sia maka dari itu seorang muslim tidak
menggantungkan diri sepenuhnya kepada ikhtiar tanpa memasrahkan diri kepada
Allah karena sikap yang seperti itu akan mendatangkan sifat kesombongan
demikianlah ikhtiar diperintahkan namun tidak diperbolehkan tawakal kepada
ikhtiar disinilah perbedaan diantara kaum muslim dan kaum kafir, keduanya
sama-sama melakukan ikhtiar namun yang muslim bertawakal kepada Allah sedangkan
yang kafir bertawakal kepada ikhtiarnya.
HIKMAH
TAWAKAL
Sifat tawakal sangat bermanfaat untuk mendapatkan
ketenangan batin sebab apabila seseorang telah berusaha bersungguh-sungguh
untuk mencapai sesuatu yaitu dengan mengerahkan segala tenaga dan dana membuat
perencanaan dengan sangat cermat dan detail melaksanakan dengan penuh disiplin
dan melakukan pengawasan dengan ketat kemudian apabila masih mengalami
kegagalan dia tidak akan cepat berputus asa. Dia menerima segala musibah segala
ujian dari Allah swt yang harus dihadapi dengan sabar dan ikhlas begitu juga
sebaliknya jika usahanya berbuah dengan baik. Dia bersyukur kepada Allah swt
tidak sombong dan tidak membanggakan diri, karena dia meyakini semua usahanya
tidak akan berhasil tanpa seizin dari Allah swt. Dengan demikian segala situasi
dan kondisinya dihadapi dengan tenang. Bila tidak berhasil maka harus bersabar
dan maka berhasil harus bersyukur kepada Allah swt. Bandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki konsep tawakal dalam kehidupan sehari hari. Maka kegagalan
tersebut akan membuatnya stres dan cepat putus asa, sementara itu apabila
berhasil keberhasilan tersebut akan membuatnya sombong dan lupa diri sebaliknya
sikap tawakal memberikan ketenangan dan kepercayaan diri kepada seseorang dalam
menghadapi masa yang akan datang. Dia pasti akan siap menghadapi masa depan
dengan segala kemungkinan tanpa rasa takut akan apa yang terjadi yang
terpenting adalah berusaha sekuat tenaga, dan hasilnya Allah lah yang
menentukan.
Dan yang lebih penting lagi orang yang bertawakal akan
selalu dilindungi Allah. Seperti firman Allah yang artinya : ... Dan barang
siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. “(QS. At-thalag 65:3)
SYUKUR
Syukur adalah memuji pemberi nikmat ataskebaikan yang
dilakukan.syukur berkaitan dengan hati lisan dan anggota badan. Hati untuk ‘Marifah
dan mahabbah, lisan untuk memuja dan menyebut nama Allah dan anggota badan
untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk menjalankan
ketaatan kepada allah dan menahan diri dari perbatan maksiat kepada Allah.
Syukur berbeda dengan pujian, syukur selalu dianggap
respon terhadap nikmat atau pemberian dari Allah yang diterima, sedangkan
pujian adalah sifat yang melekat pada diri yang dipuji tanpa suatu keharusan
sipemuji mendapatkan nikmat dari yang dipuji. Disamping itu syukur dibagi menjadi
3 aspek yaitu hati, lisan dan anggota
badan.
TIGA DIMENSI
SYUKUR
Syukur melibatkan 3 dimensi yaitu, hati, lisan, dan
perbuatan. Bila seorang muslim bersyukur kepada Allah SWT atas kekayaan yang
didapatkan maka yang pertama kali dilakukannya adalah mengetahui dan mengakui
bahwa semua kekayaan yang didapatnya itu adalah karunia dari Allah SWT. Usaha
yang dilakukan hanyalah sebab atau ikhtiar semata. Ikhtiar tanpa taufiq dari
Allah SWT tidak akan menghasilkan apa yang diinginkan. Maka ia harus bersyukur
kepada Allah Yang Maha Pemurah dan Pemberi Rezeki. Kemudia ia mengungkapkan
rasa syukurnya dalam bentuk puji-pujian seperti Alhamdulillah, As-Syukurilillah
dan lainya. Lalu ia membuktikan rasa syukurnya itu dengan amal perbuatan yang
nyata yaitu memanfaatkan kekayaannya pada jalan yang di ridhoi Allah SWT, baik
untuk keperluannya sendiri maupun keperluan keluarga, umat, atau untuk
fisabilillah.
Post a Comment